Ustâdz Dzulqarnain حفظه الله: Tidak Setiap Orang yang Bermuamalah dengan Ihya' at-Turots, Bermuamalah dengan Sururiyah
oleh Abû Hibbân Alfadânî pada 3 Februari 2012 pukul 8:55
Dijawab dan dijelaskan oleh: Ustâdz Dzulqarnain bin MuhammadSunusi حفظه الله
(Murid Syaikh Muqbil al-Wad'i - Yaman & Syaikh Shâlih al-Fauzân - Saudi)
PERTANYAAN: “Apakah Yayasan Ihya' at-Turots, yayasan yang menyimpang?”
JAWABAN: “Kalau dia Ahlissunnah, tidak ada yang meragukan hal ini. Kalau dia Ahlissunnah.”
PERTANYAAN: “Apakah boleh menuntut ilmu dengan para asatidzah yang membela dari yayasan tersebut?”
JAWABAN:
“Kalau ini ada rinciannya. Ada rinciannya. Dan, keliru pada banyak ikhwan, mereka salah dalam membedakan. Kadang tahu, Sururiyah itu berbahaya. Itu adalah hizbiyah, penuh dengan pelanggaran. Ihya' at-Turots menyimpang, hizbi. Dia mengerti.
Tapi, dalam menyikapi orang per orang, disitu banyak kekeliruan.
Sebab, ndak setiap orang yang ada muamalah dengan Ihya' at-Turots, ada muamalah dengan Sururiyah, misalnya, langsung ia diberi cap, “Sururi,” atau, “Turotsi.” Ini ada ketentuan dan kedah-kaedahnya. Dan, memberi hukum seperti itu, itu hukum syar'i.
Seseorang jangan bergampangan di dalamanya! Sebab hukum, “Si Fulan ahlulbida',” dan, “Ini bukan.. Ini hizbi,” itu hukum-hukum syar'i. Ada pertanggung jwabannya kepada Allah.
Rasulullah mengingatkan:
. . . . .
oleh Abû Hibbân Alfadânî pada 3 Februari 2012 pukul 8:55
Dijawab dan dijelaskan oleh: Ustâdz Dzulqarnain bin MuhammadSunusi حفظه الله
(Murid Syaikh Muqbil al-Wad'i - Yaman & Syaikh Shâlih al-Fauzân - Saudi)
PERTANYAAN: “Apakah Yayasan Ihya' at-Turots, yayasan yang menyimpang?”
JAWABAN: “Kalau dia Ahlissunnah, tidak ada yang meragukan hal ini. Kalau dia Ahlissunnah.”
PERTANYAAN: “Apakah boleh menuntut ilmu dengan para asatidzah yang membela dari yayasan tersebut?”
JAWABAN:
“Kalau ini ada rinciannya. Ada rinciannya. Dan, keliru pada banyak ikhwan, mereka salah dalam membedakan. Kadang tahu, Sururiyah itu berbahaya. Itu adalah hizbiyah, penuh dengan pelanggaran. Ihya' at-Turots menyimpang, hizbi. Dia mengerti.
Tapi, dalam menyikapi orang per orang, disitu banyak kekeliruan.
Sebab, ndak setiap orang yang ada muamalah dengan Ihya' at-Turots, ada muamalah dengan Sururiyah, misalnya, langsung ia diberi cap, “Sururi,” atau, “Turotsi.” Ini ada ketentuan dan kedah-kaedahnya. Dan, memberi hukum seperti itu, itu hukum syar'i.
Seseorang jangan bergampangan di dalamanya! Sebab hukum, “Si Fulan ahlulbida',” dan, “Ini bukan.. Ini hizbi,” itu hukum-hukum syar'i. Ada pertanggung jwabannya kepada Allah.
Rasulullah mengingatkan:
. . . . .
“Siapa yang berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir,’ ini kalimat harus ditanggung oleh salah satu dari keduanya. Kalau tidak, kalimat itu akan kembali kepada dirinya.”
Maka, seseorang dituntut untuk berada di jalur pertengahan. Jangan dia bergampangan, jangan pula berlebihan. Jangan pula berlebihan! Berada di pertengahan. Dan, sikap pertengahan itu akan didapatkan oleh seseorang apabila dia mendalami ilmunya. Mendalami ilmunya.
Keliru besar kalau seseorang mengatakan, “Sikap kepada ahlulbida' itu hanya sekedar keras saja, berlepas diri dari mereka..,” dan seterusnya. Padahal para ulama ada rincian-rincian di dalamnya. Memang, kalau orang umum, nasehat untuk mereka satu saja: diperintah untuk menjaga agamanya, menjaga dirinya. Jangan masuk ke dalam hal-hal yang membahayakan, perkara syubhat (= kerancuan/yang meragukan. –pen)
Tapi, kalau itu terjadi pada seseorang yang berilmu, maka dia harus melihat banyak hal. Banyak hal. Baik, saya berikan kaedah lebih umum supaya antum (= kamu sekalian) ada gambaran.
Nah, sebagian orang kadang.. apa namanya.. beribicara masalah Ihya' at-Turots, berbicara masalah ini, menyinggung sana, menyinggung sini, tapi ndak punya kaedah yang jelas. Dan, akhirnya membuat kesamaran bagi orang yang mendengarkan. Siapa saja yang punya hubungan dengan Ihya' at-Turots, langsung, “Hizbi,” capnya. Dan, ini keliru. Bukan pendidikan yang benar, yang seperti ini. Dan, kita ndak menemukan dari para ulama kita yang menyibukkan orang-orang yang belajar dengan apa.. dengan sibuk memberi hukum, “Si Fulan ini, si Fulan itu.” Tapi, mereka memberikan ahkam (= hukum-hukum, –pen.).. hukum dengan kaedah dan dhobith (= ketentuan yang bersifat khusus, –pen.) yang lebih jelas, sehingga orang lari darinya, tapi bukan artinya, orang-orang yang baru belajar disibukkan dengan hal-hal yang bukan tugasnya dia masuk disitu. Bukan tugasnya dia masuk disitu. Na'am.
Dulu, di masa fitnah (= ujian/cobaan, –pen.) Sururiyah, Salman al-Audah, Safar Hawari.. dan Syaikh Robi' membantah mereka. Syaikhuna (= syaikh kami, –pen.) Syaikh Muqbil –rahimahullah–, beliau megulangi di beberapa mejelis, beliau berkata,
. . . . .
Beliau berkata, “Ya ikhwan,tinggalkan Salman, tinggalkan Safar.. tinggalkan Robi'. Kalian belajar saja.. terhadap kepada mempelajari al Qur-an dan as-Sunnah!” Ini beliau ucapkan beberapa kali di majelis. Dan, saya sendiri, awal kali.. apa namanya.. diantara saya mendengarkan hal tersebut, saya pernah berdiri ke Syaikh.
Saya berkata, “Ya Syaikh, saya kalau tidak baca bantahan-bantahan Syaikh Robi' (dalam , –pen.) membantah Salman dan Safar, saya khawatir, saya jatuh dalam kesalahan mereka. Kenapa antum melarang membaca?,” saya ucapkan ke beliau waktu itu.
Kata beliau, “Kamu belajar saja. Belajar saja!”
Rahimahullah (= Semoga Allah merahmatinya, –pen.)
Berjalan beberapa bulan, saya pun lebih.. apa namanya.. banyak mengagungkan guru saya. Saya tahu bahwa beliau ini seorang pendidik yang sangat bijaksana. Memang betul, beliau berkata kepada muridnya seperti itu. Tapi, kalau ada pertanyaan tentang Salman dan Safar, beliau terangkan kesesatannya. Beliau ditanya tentang buku-buku Syaikh Robi', beliau puji buku-buku Syaikh Robi'.
Beliau ingin memberikan pelajaran untuk murid-muridnya: berbicara dalam masalah ini, bukan semua orang masuk, berbicara. Kalian yang masuk, baru belajar, berbicara dalam hal yang seperti ini? Ini pendidikan yang sangat berharga.
Dan, diantara hal yang keliru dipahamkan, seakan-akan, Syaikh Robi' itu ndak ada kerjaannya kecuali membantah. Dan, ini dikesankan oleh sebagian orang. Ini merusak nama para ulama kita. Merusak nama para ulama kita. Justru kebanyakan pelajaran mereka adalah pelajaran ilmiah, dan mereka (para ulama , –pen.) berbicara tentang kelompok, tentang orang yang menyimpang pemikirannya, pada waktu tertentu ketika diperlukan. Bukan kerjanya itu saja.
Seakan-akan, orang yang kalau tidak berbicara tentang Ihya' at-Turots, sudah.. dia jadi Turotsi.. sudah. Masa saya dituntut, misalnya, untuk berbicara Ihya' at-Turots setiap kali saya duduk? Kawan-kawan yang lain dituntut, misalnya? Ndak harus. Sikap terhadap Ihya' at-Turots dimaklumi di kalangan Ahlissunnah. Ndak pernah ada silang pendapat di kalangan kita dalam masalah itu. Hanya saja, berlebihan dalam menghukumi orang per orang, ini adalah hal yang tidak dibenarkan. Karena, berlebihan itu bukan dari manhaj.. metode Ahlissunnah. Bahkan bukan bagian dari Islam.. sikap berlebihan. Dan, ini dari hal yang hendaknya diperhatikan!
Baik. Kalau ada orang yang jatuh dalam kesalahan, kesalahan tersebut harus ditinjau dari banyak sisi. Kadang dilihat, siapa yang bersalah itu, dia Ahlissunnah atau ahlulbida' kah? Kemudian dilihat, jenis kesalahannya apa? Kesalahannya besar atau kecil, mengeluarkan dari Ahlissunnah atau tidak? Kemudian dilihat, apa sebab-sebab kesalahannya, kenapa kesalahan bisa terjadi? Banyak hal yang dilihat.
Dan, ini penuntut ilmu yang baru, mana dia bisa mengukur kesalahan? Tapi, kalau seorang guru, dia beri nasehat. Ada kesalahan yang dia lihat, dia peringatkan kepada muridnya: ini kesalahan, hindari! Agar.. supaya murid-murid tersebut.. apa.. selamat dari kesalahan. Hanya saja, kalau permasalahan terjadi antara orang-orang yang berilmu, harusnya jangan masuk di dalamnya kecuali orang yang memiliki ilmu.. orang yang memiliki ilmu! Dan, ini mungkin, beberapa hal ya.. di dalam perkara ini. Dan, saya.. apa.. punya ceramah-ceramah khusus berkaitan dengan kaidah-kaidah men-tahdzir, men-tabdi', meng-hajr. Itu ada kaidah-kaidahnya. Dan, ini yang banyak ditelantarkan oleh sejumlah orang yang.. apa namanya.. mengenal Sunnah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi taufiq dan petunjuk-Nya kepada seluruh dari mereka. Wallahu Ta'ala a'lam.
[Sumber: www.box.com/s/e8tpj0gis0k02r820dxb]
0 komentar:
Post a Comment