Download Kajian bersama Ustadz Kholid pembahasan seputar Makna tanda tanda kiamat kecil berupa "Budak wanita yang melahirkan Tuannya", untuk memahami selengkapnya bisa download rekaman kajiannya di link berikut
Download MP3
Dalam hadits Jibril yang panjang disebutkan pula sabda Rasulullah Shallallahu a’alaihi wa sallam.
“Artinya : Dan akan saya beritahukan kepadamu tanda-tanda hari kiamat itu ialah apabila budak wanita melahirkan tuannya ….” [Shahih Bukhari Kitab Al-Iman, Bab Suali Jibril 1:114. Shahih Muslim, Kitab Al-Iman. Bab Bayani Al-Iman wa Al-Islam wa Al-Ihsan 1 : 158]
Dan dalam riwayat Muslim dengan lafal.
“Artinya : Apabila budak wanita melahirkan tuannya ….” [Shahih Muslim 1 : 163]
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna ‘alamat (tanda-tanda) ini atas beberapa macam pendapat, dan Al-Hafidzh Ibnu Hajar menyebutkan empat diantaranya, yakni :
[1]. Al-Khatabi berkata : “Maknanya ialah Islam akan meluas hingga dapat menguasai Negara-negara musyrik dan menawan anak cucu mereka. Apabila seseorang dapat memiliki Jariyah (budak wanita), lantas budak tersebut melahirkan anak hasil hubungan dengannya. Maka, anak tersebut berkedudukan sebagai tuannya, karena si anak tersebut adalah anak tuannya” [Ma’alim As-Sunan ‘Ala Mukhtashar Sunan Abu Daud 7:67. Fathul Bari 1 : 122]
Imam Nawawi mengatakan bahwa pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama. [Syarah Muslim 1 : 158]
Ibnu Hajar mengatakan : “Pendapat ini masih perlu direnungkan dan dipertimbangkan, sebab budak-budak perempuan melahirkan anak hasil hubungannya dengan tuannya itu sudah terjadi ketika hadits ini disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan penaklukan terhadap negara-negara musyrik dan penawanan terhadap anak cucu mereka serta menjadikan mereka sebagai tawanan perang juga banyak terjadi pada masa permulaan Islam. Padahal, konteks hadits ini menunjuk kepada sesuatu yang belum terjadi, yang baru akan terjadi ketika telah mendekati hari kiamat [Fathul Bari 1 : 122] [1]
[2]. Para tuan menjual ibu (yakni budak yang merupakan ibu) dari anaknya, dan hal ini semakin banyak dan ramai di pasaran, kemudian budak-budak wanita itu dibeli oleh anak-anak kandungnya sendiri dengan tanpa disadari (bahwa antara mereka terdapat hubungan ibu dan anak).
[3]. Si budak perempuan melahirkan anak yang merdeka dari hubungan dengan orang yang bukan tuannya karena persetubuhan yang syubhat. Atau melahirkan budak pula dari jalan pernikahan atau perzinaan, kemudian budak perempuan tersebut dijual dan berpindah-pindah tangan, hingga dibeli oleh anaknya (dan dijadikan budaknya). Pendapat ini mirip dengan pendapat sebelumnya.
[4]. Banyaknya anak durhaka yang memperlakukan dan menyikapi ibunya seperti sikap tuan terhadap budaknya, seperti merendahkannya, mencacinya, memukulnya, dan memperkerjakannya atau menjadikannya pelayan untuk dirinya. Jadi, pemakaian kata-kata Rabb (tuan) di sini adalah majazi. Atau boleh jadi yang dimaksud dengan rabb di sini adalah mu-rabbi-nya (pendidik dan pembimbingnya).
Sealnjutnya Ibnu Hajar berkata : “Dan pendapat ini (yakni pendapat keempat ini) adalah pendapat yang paling tepat menurut pandangan saya, mengingat keumumannya. Lagi pula karena konteksnya menunjuk kepada suatu kondisi yang bakal terjadi, ketika telah terjadi kerusakan dan keanehan-keanehan serta penyimpangan. Ringkasnya, hadits itu mengisyaratkan bahwa terjadinya kiamat itu sudah dekat apabila keadaan sudah berbalik dimana seseorang yang semestinya dibimbing malah membimbing dan orang-orang rendahan malah menempati posisi yang tinggi (terhormat). Ini sesuai pula dengan sabda beliau mengenai tanda yang lain di mana orang yang dahulunya berkaki telanjang (karena miskinnya) malah menjadi raja (penguasa)” [Fathul Bari 1 : 122-123 secara ringkas]
0 komentar:
Post a Comment