Friday, April 11, 2014

Kisah Taubat Ka'ab bin Malik


Link download kajian mengenai "kisah taubat Ka'ab bin Malik" bersama ustadz Abu hazim
Download MP3

Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia - yakni Abdullah -adalah pembimbing
Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab - yakni ayahnya itu - sudah buta matanya,
katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri
ketika membelakang - artinya tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk."
Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang - tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w.
dalam suatu peperanganpun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah
tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan
seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar. Hanyasanya Rasulullah s.a.w.
keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah
Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak
tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah di
waktu kita berjanji saling memperkokohkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak
mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan
Badar dan sekalipun pula bahwa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya di
kalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi. Perihal keadaanku ketika saya tidak
mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk ialah bahwa saya sama-sekali tidak
lebih kuat dan tidak pula lebih ringan dalam perasaanku sewaktu saya tidak mengikuti
peperangan tersebut. Demi Allah saya belum pernah mengumpulkan dua buah kendaraan
sebelum adanya peperangan Tabuk itu, sedang untuk peperangan ini saya dapat
mengumpulkan keduanya. Tidak pula Rasulullah s.a.w. itu menghendaki suatu peperangan,
melainkan tentu beliau berniat pula dengan peperangan yang berikutnya sehingga sampai
terjadinya peperangan Tabuk. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu
dalam keadaan panas yang sangat dan menghadapi suatu perjalanan yang jauh lagi harus
menempuh daerah yang sukar memperoleh air dan tentulah pula akan menghadapi musuh
yang jumlahnya amat besar sekali. Beliau s.a.w. kemudian menguraikan maksudnya itu


kepada seluruh kaum Muslimin dan menjelaskan persoalan mereka, supaya mereka dapat
bersiap untuk menyediakan perbekalan peperangan mereka. Beliau s.a.w. memberitahukan
pada mereka dengan tujuan yang dikehendaki. Kaum Muslimin yang menyertai Rasulullah
s.a.w. itu banyak sekali, tetapi mereka itu tidak terdaftarkan dalam sebuah buku yang
terpelihara." Yang dimaksud oleh Ka'ab ialah adanya buku catatan yang berisi daftar mereka
itu.
Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai
peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahwa dirinya akan tersamarkan,selama
tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya kerana banyaknya orang yang
mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh
siapapun sebab catatannyapun tidak ada.
Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu di kala buah-buahan sedang
enak-enaknya dan naungan-naungan di bawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat
senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan
sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula
dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusanpun yang saya
selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahwa saya dapat sewaktu-waktu berangkat
jikalau saya menginginkan. Hal yang sedemikian itu selalu saja mengulur-ulurkan waktu
persiapanku, sehingga orang-orang giat sekali untuk mengadakan perbekalan mereka,
sedangkan saya sendiri belum ada persiapan sedikitpun. Kemudian saya pergi lagi lalu
kembali pula dan tidak pula ada sesuatu urusan yang dapat saya selesaikan. Keadaan
sedemikian ini terus-menerus menyebabkan saya mengulur-ulurkan waktu keberangkatanku,
sehingga orang-orang banyak telah bergegas-gegas dan majulah mereka yang hendak
mengikuti peperangan itu. Saya bermaksud akan berangkat kemudian dan selanjutnya tentu
dapat menyusul mereka yang berangkat Tebih dulu. Alangkah baiknya sekiranya maksud itu
saya laksanakan, tetapi kiranya yang sedemikian tadi tidak ditakdirkan untuk dapat saya
kerjakan. Dengan begitu maka setiap saya keluar bertemu dengan orang-orang banyak
setelah berangkatnya Rasulullah s.a.w. itu, keadaan sekelilingku itu selalu menyedihkan
hatiku, kerana saya mengetahui bahwa diriku itu hanyalah sebagai suatu tuntunan yang
dapat dituduh melakukan kemunafikan atau hanya sebagai seseorang yang dianggap
beruzur oleh Allah Ta'ala kerana termasuk golongan kaum yang lemah - tidak kuasa
mengikuti peperangan.
Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di
Tabuk, maka sewaktu beliau duduk di kalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa
yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya
Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai
pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu.
Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik
saja." Rasulullah s.a.w. berdiam diri. Ketika beliau s.a.w. dalam keadaan seperti itu lalu
melihat ada seorang yang mengenakan pakaian serba putih yang digerak-gerakkan oleh
fatamorgana - sesuatu yang tampak semacam air dalam keadaan yang panas terik di padang
pasir - Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkaukah Abu Khaitsamah?"Memang orang ituadalah
Abu Khaitsamah al-Anshari dan ia adalah yang pernah bersedekah dengan sesha' kurma
ketika dicaci oleh kaum munafikin.
Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahwa
Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah
kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk
mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana

caranya supaya dapat terkeluar - terhindar dari kemurkaannya besok sekiranya beliau telah
tiba. Sayapun meminta bantuan untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dengan
setiap orang yang banyak mempunyai pendapat dari golongan keluargaku. Setelah
diberitahukan bahwa Rasulullah s.a.w. telah tiba maka lenyaplah kebathilan dari jiwaku -
yakni keinginan akan berdusta itu - sehingga saya mengetahui bahwa saya tidak dapat
menyelamatkan diriku dari kemurkaannya itu dengan sesuatu apapun untuk selamalamanya.
Oleh sebab itu saya menyatukan pendapat hendak mengatakan secara sebenarnya
belaka.
Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki
masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk di hadapan orang banyak.
Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang
membelakang - tidak mengikuti peperangan - untuk mengemukakan alasan mereka dan
mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak
mengikuti itu ada delapan puluh lebih - tiga sampai sembilan. Beliau s.a.w. menerima alasanalasan
yang mereka kemukakan secara terus terang itu, juga membai'at - meminta janji setia -
mereka serta memohonkan pengampunan untuk mereka pula, sedang apa yang tersimpan
dalam hati mereka bulat-bulat diserahkan kepada Allah Ta'ala. Demikianlah sehingga
sayapun datanglah menghadap beliau s.a.w. itu. Setelah saya mengucapkan salam padanya,
beliau tersenyum bagaikan senyumnya orang yang murka, kemudian bersabda: "Kemarilah!"
Saya mendatanginya sambil berjalan sehingga saya duduk di hadapannya, kemudian beliau
s.a.w. bertanya padaku: "Apakah yang menyebabkan engkau tertinggal bukankah engkau
telah membeli unta untuk kendaraanmu?"
Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah,
andaikata saya duduk di sisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, niscayalah saya
berpendapat bahwa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan
suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikaruniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi
saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahwa andai kata saya memberitahukan kepada
Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan
ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan kerana
perbuatanku itu. Sebaliknya jikalau saya memberitahukan kepada Tuan dengan ceritera yang
sebenarnya yang dengan demikian itu Tuan akan murka atas diriku dalam hal ini,
sesungguhnya saya hanyalah menginginkan keakhiran yang baik dari Allah 'Azzawajalla.
Demi Allah, saya tidak beruzur sedikitpun - sehingga tidak mengikuti peperangan itu. Demi
Allah, sama sekali saya belum merasakan bahwa saya lebih kuat dan lebih ringan untuk
mengikutinya itu, yakni di waktu saya membelakang daripada Tuan -sehingga jadi tidak ikut
berangkat."
Ka'ab berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Tentang orang ini, maka
pembicaraannya memang benar - tidak berdusta. Oleh sebab itu bolehlah engkau berdiri
sehingga Allah akan memberikan keputusannya tentang dirimu."
Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku,
mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahwa engkau telah pernah bersalah
dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa
engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana
keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya
bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka
memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu.
Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan
diriku - kerana menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu

- sehingga saya sekali hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara
orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri. Kemudian saya berkata
kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang menemui peristiwa sebagaimana hal
yang saya temui itu?" Orang-orang itu menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui
keadaan seperti itu. Keduanya berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap
keduanya itupun diucapkan - oleh Rasulullah s.a.w. - sebagaimana kata-kata yang diucapkan
padamu."
Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah
Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi."
Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan di mukaku bahwa kedua orang
itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar
dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain."
Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi di kala mereka telah selesai menyebutnyebutkan
tentang kedua orang tersebut di atas di mukaku.
Rasulullah s.a.w. melarang kita - kaum Muslimin - untuk bercakap-cakap dengan
ketiga orang di antara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan -
beliau itu."
Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata:
"Orang-orang sama berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah
bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi
yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam -
dengan harinya. Adapun dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu
duduk-duduk di rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang
termuda di kalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapat-kan ujian. Oleh sebab itu
sayapun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama kaum Muslimin lain-lain dan juga
suka berkeliling di pasar-pasar, tetapi tidak seorangpun yang mengajak bicara padaku. Saya
pernah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan mengucapkan salam padanya dan beliau ada di
majlisnya sehabis shalat, kemudian saya berkata dalam hatiku, apakah beliau menggerakkan
kedua bibirnya untuk menjawab salamku itu ataukah tidak. Selanjutnya saya bersembahyang
dekat sekali pada tempatnya itu dan saya mengamat-amatinya dengan pandanganku. Jikalau
saya mulai mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau saya menoleh padanya,
beliaupun lalu memalingkan mukanya dari pandanganku.
Demikian halnya, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum
Muslimin itu terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding muka dari
rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku - jadi sepupunya - dan ia adalah orang yang
tercinta bagiku di antara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah,
ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya
hendak bertanya padamu kerana Allah, apakah engkau mengetahui bahwa saya ini
mencintai Allah dan RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali
iagi padanya, iapun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya
sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh
sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya
menaiki dinding rumah tadi.
Di kala saya berjalan di pasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani
negeri Syam (Palestina), yaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa
makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka
menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain sama
menunjukkannya kearahku, sehingga orang itupun mendatangi tempatku, kemudian

menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristen. Saya memang orang
yang dapat menulis, maka surat itupun saya baca, tiba-tiba isinya adalah sebagai berikut:
"Amma ba'd. Sebenarnya telah sampai berita pada kami bahwa sahabatmu - yakni
Muhammad s.a.w. - telah menyeterumu. Allah tidaklah menjadikan engkau untuk menjadi
orang hina di dunia ataupun orang yang dihilangkan hak-haknya. Maka dari itu susullah
kami - maksudnya datanglah di tempat kami - maka kami akan menggembirakan hatimu."
Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk
bencana pula," lalu saya menuju ke dapur dengan membawa surat tadi kemudian saya
membakarnya. Selanjutnya setelah lepas waktu selama empatpuluh hari dari jumlah
limapuluh hari, sedang waktu agak terlambat datangnya tiba-tiba datanglah di tempatku
seorang utusan dari Rasulullah s.a.w., terus berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w.
memerintahkan padamu supaya engkau menyendirikan isterimu." Saya bertanya: "Apakah
saya harus menceraikannya ataukah apa yang harus saya lakukan?" Ia berkata: "Tidak usah
menceraikan, tetapi menyendirilah daripadanya, jadi jangan sekali-kali engkau
mendekatinya." Rasulullah s.a.w. juga mengirimkan utusan kepada kedua sahabat saya -
yang senasib di atas - sebagaimana yang dikirimkannya padaku. Oleh sebab itu lalu saya
berkata pada isteriku: "Susullah dulu keluargamu - maksudnya pergilah ke tempat kedua
orang tuamu. Beradalah di sisi mereka sehingga Allah akan menentukan bagaimana
kelanjutan peristiwa ini."
Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu berkata pada beliau: "Ya
Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang
kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah Tuan juga tidak senang andaikata saya tetap
melayaninya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu -
jangan berkumpul seketiduran denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu
demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak samasekali pada sesuatupun dan demi Allah, ia
senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini."
Sebagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta
izin kepada Rasulullah s.a.w. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah s.a.w. juga telah
mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya
tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah s.a.w., saya pun tidak tahu
bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. sekiranya saya meminta izin
pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya boleh tetap melayani diriku? Saya adalah
seorang yang masih muda." Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu - tanpa isteri -
selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima
puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang bercakap-cakap dengan kita.
Selanjutnya saya bersembahyang Subuh pada pagi hari kelima puluh itu di muka
rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian di kala saya sedang duduk dalam
keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu - yakni ketika kami bertiga
sedang dikucilkan, jiwaku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tibatiba
saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada di atas gunung Sala' - sebuah
gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik,
bergembiralah." Segera setelah mendengar itu, sayapun bersujud - syukur - dan saya
meyakinkan bahwa telah ada kelapangan yang datang untukku. Rasulullah s.a.w. telah
memberitahukan pada orang-orang banyak bahwa taubat kita bertiga telah diterima oleh
Allah 'Azzawajalla, yaitu di waktu beliau bersembahyang Subuh. Maka orang-orangpun
menyampaikan berita gembira itu pada kita dan ada pula pembawa-pembawa kegembiraan
itu yang mendatangi kedua sahabatku - yang senasib. Ada seorang yang dengan cepat-cepat
melarikan kudanya serta bergegas-gegas menuju ke tempatku dari golongan Aslam -

namanya Hamzah bin Umar al-Aslami. Ia menaiki gunung dan suaranya itu kiranya lebih
cepat terdengar olehku daripada datangnya kuda itu sendiri. Setelah dia datang padaku
yakni orang yang kudengar suaranya tadi, iapun memberikan berita gembira padaku,
kemudian saya melepaskan kedua bajuku dan saya berikan kepadanya untuk dipakai,
sebagai hadiah dari berita gembira yang disampaikannya itu. Demi Allah, saya tidak
mempunyai pakaian selain keduanya tadi pada hari itu. Maka sayapun meminjam dua buah
baju - dari orang lain - dan saya kenakan lalu berangkat menuju ke tempat Rasulullah s.a.w.
Orang-orang sama menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan
ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata:
"Semogagembiralah hatimu kerana Allah telah menerima taubatmu itu." Demikian
akhirnya saya memasuki masjid, di situ Rasulullah s.a.w. sedang duduk dan di sekelilingnya
ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat
tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorangpun dari
golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan
melupakan peristiwa itu untuk Thalhah.
Ka'ab berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w.
beliau tampak berseri-seri wajahnya kerana gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah
dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh
ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi Tuan sendiri ya Rasulullah, ataukah
dari sisi Allah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah
'Azzawajalla". Rasulullah s.a.w. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar
indah,seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu.
Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya
untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebagian hartaku sebagai
sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tahanlah untukmu
sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya
menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bagianku yang ada di tanah Khaibar."
Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan
diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahwa saya tidak
akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama kehidupanku yang masih tertinggal." Demi
Allah, belum pernah saya melihat seseorangpun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi
cobaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya
menyebutkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. yang jadinya lebih baik dari yang telah
dicobakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan
berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah s.a.w. sampai pada hariku
ini dan sesungguhnya sayapun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi
diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tertinggal untukku."
Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang artinya:
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubatnya Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar yang
mengikutinya - ikut berperang – dalam masa kesulitan - sampai di firmanNya yang berarti 6;
Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Penyantun lagi Penyayang kepada mereka.
6 Lengkapnya ayat-ayat 117, 118 dan 119 dari surat at-Taubah itu artinya adalah sebagai berikut:
117. Sesungguhnya Allah tefah menerima taubat Nabi, kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang
mengikuti Nabi dalam masa kesulitan. yaitu setelah hati sebagian dari mereka hampir menyimpang, kemudian
Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih Lagi Penyayang kepada mereka.
118. Allah juga menerima taubatnya tiga orang yang ditinggalkan di belakang sehingga bumi yang
luas terbentang ini terasa sempit oleh mereka dan mereka rasakan nafas mereka menjadi sesak. Mereka
mengetahui bahwa tidak ada tempat berlindung dari siksa Allah melainkan kepada Allah. Kemudian Allah

Juga Allah telah menerima taubat tiga orang yang ditinggalkan di belakang, sehingga terasa
sempitlah bagi mereka bumi yang terbentang luas ini - sampai di firmanNya yang berarti -
Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama orang-orang yang benar." (at-
Taubah: 117-119)

Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengaruniakan kenikmatan padaku
sama sekali setelah saya memperoleh petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini,
yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang
saya sampaikan kepada Rasulullah s.a.w., sebab saya tidak mendustainya, sehingga
andaikata demikian tentulah saya akan rusak sebagaimana kerusakan yang dialami oleh
orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kerusakan agama bagi dirinya, akhlak dan
lain-lain. Sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman kepada orang-orang yang berdusta
ketika diturunkannya wahyu, yaitu suatu kata-kata terburuk yang pernah diucapkan kepada
seseorang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya:
"Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika engkau kembali kepada mereka,
supaya engkau dapat membiarkan mereka. Sebab itu berpalinglah dari mereka itu, sesungguhnya
mereka itu kotor dan tempatnya adalah neraka Jahanam, sebagai pembalasan dari apa yang mereka
lakukan.

Mereka bersumpah kepadamu supaya engkau merasa senang kepada mereka, tetapi biarpun
engkau merasa senang kepada mereka, namun Allah tidak senang kepada kaum yang fasik itu." (at-
Taubah: 95-96)
Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam
urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. perihal alasan-alasan
mereka itu, yaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada
mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah s.a.w.
telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam
peristiwa tersebut." Allah Ta'ala berfirman: "Dan juga kepada tiga orang yang ditinggalkan."
Bukannya yang disebutkan di situ yaitu dengan firmanNya "Tiga orang yang
ditinggalkan dimaksudkan kita membelakang dari peperangan, tetapi Rasulullah s.a.w. yang
meninggalkan kita bertiga tadi dan menunda urusan kita, dengan tujuan untuk memisahkan
dari orang-orang yang bersumpah dan mengemukakan alasan-alasan padanya, kemudian
menyarmpikan masing-masing keuzurannya dan selanjutnya beliau s.a.w., menerima alasanalasan
mereka tersebut." (Muttafaq 'alaih)
Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah s.a.w. keluar untuk
berangkat ke peperangan Tabuk pada hari Khamis dan memang beliau s.a.w. suka sekali
kalau keluar pada hari Kamis itu."
Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Beliau s.a.w. tidak datang dari sesuatu
perjalanan melainkan di waktu siang di dalam saat dhuhadan jikalau beliau s.a.w. telah
datang, maka lebih dulu masuk ke dalam masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat lalu
duduk di dalamnya."

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...