Mengkritik Buku
“Harakah Jihad Ibnu Taimiyyah”
Disusun Oleh: Abu Ahmad as-Salafihafifzahullah
“Harakah Jihad Ibnu Taimiyyah”
Disusun Oleh: Abu Ahmad as-Salafihafifzahullah
Talbis (pencampuradukan) antara haq dan batil adalah cara-cara ahli bid’ah dari masa ke masa. Suatu bid’ah, jika berupa kebatilan yang murni, maka tidak akan mungkin diterima. Setiap orang akan membantah dan mengingkarinya. Seandainya bid’ah itu kebenaran yang murni, maka bukanlah merupakan bid’ah. Maka bid’ah tersebar di kalangan manusia karena mengandung kebenaran dan kebatilan.
Di antara model talbis yang telah dilakukan oleh para hizbiyyin adalah mengaburkan pandangan kaum muslimin tentang manhaj yang lurus –manhaj Salafush Shalih- dengan mencampuradukkan antara manhaj manhaj salaf dengan manhaj harokah yang bid’ah yang dikemas dengan nama baru “Salafi-Haroki”. Dengan cara ini, mereka hendak mengajak para pengikut Slafush Shalih untuk berpaling dari manhaj Salaf dan menganut manhaj haroki yang bid’ah!
PENULIS DAN PENERBIT BUKU INI
Dalam pengantar penerbit, disebutkan bahwa buku ini terjemahan dari dua tulisan Syaikh* Abdurrahman Abdul Khaliq –hadahullah- berjudulMasyru’iyyah al-Jihad al-Jama’i dan Ibnu Taimiyyah wal ‘Amal al-Jama’i, diterjemahkan oleh Wahyudin, dan diterbitkan oleh Media Islamika Solo, cetakan pertama, Mei 2007 M.
MEMUJI HAROKAH DAN UNIVERSITAS BARAT, DAN MENCELA UNIVERSITAS ISLAM DI PUSAT NEGERI ISLAM
Penulis berkata di hlm. 32 dari kitabnya (edisi terjemah):
Maka atas sebab apakah munculnya kemenangan yang diraih umat Islam Afganistan yang telah mengusir kekuatan dahsyat di muka bumi ini, kecuali disebabkan oleh hasil dari usaha harokah jihad hari ini –tentunya setelah kehendak Allah, yang telah berusaha maksimal berkorban dalam jihad di jalan Allah ta’ala dengan jiwa dan harta mereka……
Apakah setiap kita akan bangga hari ini bila menyaksikan seorang pemuda muslim yang pulang dari negeri barat –Amerika dan Eropa- yang telah mempersenjatai dirinya dengan ilmu keduniaan (materi), dan menguasai lebih banyak ilmu syari’at dan din, daripada mereka yang keluar dari universitas Islam di pusat negeri Islam, bahkan lebih banyak ilmunya dari mereka yang kita didik… maka saya tanyakan kepada yang berfatwa tanpa ilmu tersebut, bukankah para pemuda tersebut merupakan hasil dari sebuah usaha jama’ah dan harokah dakwah yang terdapat di dalamnya seorang pemimpin, peraturan dan strategi ke depan?
Apakah setiap kita akan bangga hari ini bila menyaksikan seorang pemuda muslim yang pulang dari negeri barat –Amerika dan Eropa- yang telah mempersenjatai dirinya dengan ilmu keduniaan (materi), dan menguasai lebih banyak ilmu syari’at dan din, daripada mereka yang keluar dari universitas Islam di pusat negeri Islam, bahkan lebih banyak ilmunya dari mereka yang kita didik… maka saya tanyakan kepada yang berfatwa tanpa ilmu tersebut, bukankah para pemuda tersebut merupakan hasil dari sebuah usaha jama’ah dan harokah dakwah yang terdapat di dalamnya seorang pemimpin, peraturan dan strategi ke depan?
Kami katakan: Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafidzahullah telah menjawab syubhat-syubhat ini dengan mengatakan:
“Tanyakanlah kepada bangsa Afganistan pada hari ini, apakah kemenangan tersebut masih meliputi mereka pada hari ini. Ataukah, mereka (telah) masuk di dalam kondisi yang mereka berandai-andai kalau pemerintahan komunis kembali kepada mereka, dengan sebab peristiwa-peristiwa yang mengerikan yang menimpa mereka dari pertarungan antara jama’ah-jama’ah jihad yang berjihad dari titik tolak hizbiyyah. (Jama’ah-jama’ah tersebut) berjihad dan bertarung agar sampai kepada tampuk kekuasaan dan menjadikan syi’ar-syi’ar Islam sebagai tangga untuk sampai kepada tujuannya yang rusak.
Jama’ah-jama’ah bid’ah ini yang kamu sebut sebagai jama’ah-jama’ah Islamiyyah mulai memerangi Kunar, bumi Salafiyyah, dan membunuh pemimpinnya, Jamilurrahman. Begitu sering jama’ah-jama’ah ini memerangai Salafiyyah dan Salafiyyin sejak awal jihad dan hingga apa-apa yang tidak mengetahuinya kecuali Allah bersamaan dengan penghormatan mereka dan pengakuan mereka terhadap semua kelompok-kelompok –hingga kelompok Rafidhah dan Bathiniyyah-.
Maka mafsadat-mafsadat kelompok-kelompok dan firqah-firqah yang engkau namakan dengan jama’ah-jama’ah Islam adalah lebih besar dan lebih berbahaya daripada maslahat-maslahatnya.
Hingga jama’ah-jama’ah Quthbiyyah yang memakai baju Salafiyyah berhenti semua kelebihan-kelebihannya bersama musuh-musuh Salafiyyah dan para penumpah darah Salafiyyah, mendukung mereka dan membela mereka. Tidak berbeda sikap mereka dengan sikap kelompok Syi’ah Rafidhah dan Tashawuf yang ghuluw. Jama’ah-jama’ah ini menjadikan bumi Afganistan sebagai markaz-markaz dan sarang-sarang untuk memerangi salafiyyah dan pendidikan takfir serta pengajaran bidang-bidang terorisme, perusakan, dan penghancuran di seluruh negeri-negeri kaum muslimin…
Engkau melebihkan para pemuda yang pulang dari negara-negara kafir bahwasanya mereka telah kembali dengan bersenjatakan ilmu dunia dan membawa ilmu syari’at dan agama yang berlipat-lipat banyaknya daripada yang dibawa oleh orang-orang yang lulus dari universitas-universitas Islam kita, dan bahwasanya mereka membawa dari akhlak danpemahaman yang berlipat-lipat banyaknya daripada yang dibawa oleh orang-orang yang belajar di sisi kita.
Saya katakan: Di dalam perkataan ini sangat perlu dilihat lagi, karena ke manakah mereka ini sehingga kita bisa belajar dari mereka agama kita dan belajar dari mereka akhlak-akhlak yang Islami, dan kemana mereka ini sembunyi, sehingga kita tidak melihat atsar mereka di dalam peningkatan teknologi di negeri-negeri Islam, dan kenapa kita tidak mencukupkan diri dengan mereka dari perginya ribuan para pemuda kita ke Eropa dan Amerika.” (Jama’ah Wahidah hlm. 73-74)
Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafidzahullah juga berkata: “Tidak selayaknya engkau mengatakan ‘Tidak setiap kita merasa bangga’, ‘Tidakkah kita merasa bangga’, karena sesungguhnya ini termasuk yang dicela oleh Allah dan dilarang oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu’ hingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lainnya dan tidak melampaui batas seseorang atas yang lainnya.” (Shahih Muslim 8/160).” (Jama’ah Wahidah hlm. 73)
MENUTUP MATA DARI ATSAR DAKWAH SALAFIYYAH
Penulis berkata di dalam hlm 32-33:
Lihat dan awasilah lingkungan disekitar kalian, tidaklah engkau dapatkan seorang pemuda yang berpegang teguh dengan dinnya dan mengikuti sunnah NabiNya, serta berlepas Dri semua kebatilan, kecuali karena peran jama’ah dan harokah Islam. Dan ironisnya saya katakan, bahwa yayasan keagamaan milik pemerintah di banyak negeri Islam tidak pernah meluluskan –kebanyakan, kecuali manusia yang telah goyah akidahnya dan rusak perilakunya, yang telah menjual din untuk dunianya, mereka adalah seburuk-buruk manusia yang diciptakan.
Seandainya urusan Allah dan din-Nya tidak segera datang untuk generasi ini, maka tidak tersisa dalam din ini walau hanya akar yang hidup, tidak pula lilin yang bercahaya. Akan tetapi, Allah telah memilih di setiap zamannya sebuah generasi yang membela dinnya dan tidak takut celaan siapa pun.
Mereka yang telah Allah pilih tidak lepas dari usaha dan jerih payah yang dilakukan oleh jama’ah-jama’ah dakwah di setiap tempat dari setiap jengkal bumi.
Kami katakan: Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafidzahullahmembantah syubhat ini dengan mengatakan:
“Perkataan ini memberikan (pengertian) bahwa jama’ah-jama’ah tabligh dan jama’ah-jama’ah Ikhwanul (seolah-olah) merekalah ath-Tha’ifah al-Manshurah dan al-Firqah an-Najiyyah, dan bahwa aqidah-aqidah mereka dan perbuatan-perbuatan mereka yang sudah diketahui manusia dan telah kita sebutkan tadi adalah haq; dan ini adalah perkara yang berbahaya.
Maka ke manakah atsar-atsar universitas-universitas dan madrasah-madrasah Salafiyyah, dan kemanakah atsar-atsar kitab-kitab salaf dan manhaj mereka, yang saya beragama kepada Allah dengannya? Seandainya tidak ada penolakan jama’ah-jama’ah ini terhadap upaya Ahli Sunnah yang haq, melanglangnya mereka di universitas-universitas dan madrasah-madrasah Salafiyyah, dan pencorengan mereka terhadap manhaj Salafi dan ahlinya dengan kedustaan-kedustaan dan isu-isu –media massa yang menjijikkan- untuk memadamkan cahaya tauhid dan sunnah seraya menggantikannya dengan manhaj-manhaj mereka yang merusak –manhaj Ikhwan dan Quthbiyyah- maka sungguh dunia sekarang ini bercahaya dengan cahaya-cahaya Islam yang haq dan sungguh bahwa keadaan kaum muslimin pada hari ini bukanlah seperti keadaan yang kita rasakan pada hari ini berupa pertumpahan darah, terorisme, dan kehancuran di setiap tempat.” (Jama’ah Wahidah hlm. 75)
APAKAH SALAFIYYUN MELARANG AMAL JAMA’I?
Penulis berkata di dalam hlm. 31:
Saya katakan, seandainya mereka yang mengatakan fatwa keharaman jama’ah dan harokah, atau berkumpul dalam mengurusi amal kebaikan tertentu, mau melihat pada banyak manfaat dan akibat yang baik dari adanya harokah-harokah atau perkumpulan kaum muslimin tertentu di bumi barat maupun di timur, dan mereka lepas dari hawa nafsu fanatisme juga pandangannya mau melihat dunia Islam, tentu tidak akan mengeluarkan fatwa yang demikian buruk dan menyesatkan itu.
Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafidzahullah menjawab syubhat ini dengan mengatakan: “Sesungguhnya saya hingga hari ini tidak mengetahui seorang pun dari Salafiyyin yang mengharamkan amal jama’i yang syar’i[1]. Dalil yang paling jelas atas hal ini adalah realita Salafiyyin di seluruh penjuru, mereka memiliki madrasah-madrasah dan perguruan-perguruan tinggi yang memiliki sistem organisasi, para penanggung jawab, para pengajar, dan akuntansi pembiayaan. Mereka memiliki jam’iyyah (perkumpulan) –jam’iyyah di India, Pakistan, Bangladesh, dan yang lainnya.
Mereka memiliki masjid-masjid dan proyek-proyek yang semua dikerjakan secara jama’i. Di Arab Saudi, mereka memiliki kementrian-kementrian yang banyak seperti Kementrian Kehakiman yang membawahi puluhan mahkamah-mahkamah, Kementrian Pendidikan Umum dan Pendidikan Tinggi yang membawahi universitas-universitas dan semua itu ditegakkan di atas tata usaha, organisasi ilmiah, dan akuntansi pembiayaan; demikian juga Kementrian Waqaf dan Urusan-urusan Agama, Kementrian Haji, dan kementrian-kementrian lainnya. Didirikan juga markaz-markaz dan kantor-kantor untuk mendukung jihad, membantu orang-orang yang membutuhkan, membantu fuqara dan masakin, dan yang lainnya dari amal-amal jama’i yang terorganisir.
Jama’ah Ansharus Sunnah di Mesir dan Sudan memiliki madrasah-madrasah, masjid-masjid, dan aktivitas-aktivitas yang ditegakkan atas amal jama’i. Salafiyyin di Yaman memiliki madrasah-madrasah dan masjid-masjid yang ditegakkan atas amal jama’i. Kami tidak pernah mendengar seorang ulama atau penuntut ilmu salafi yang memerangi amal jama’i yang disyari’atkan, mengharamkan, dan membid’ahkan para pelakunya.” (Jama’ah Wahidah hlm. 52-53)
Beliau juga berkata: “Sesungguhnya Salafiyyin –Ahli Sunnah yang hakiki-tidak melarang berdirinya jam’iyyah-jam’iyyah dan yayasan-yayasan untuk kebajikan dan kebaikan jika jam’iyyah-jam’iyyah ini memiliki aqidah yang satu, aqidah yang haq, aqidah para Nabi, dan memiliki manhaj yang haq, manhaj para Nabi, serta memiliki dakwah Islam yang haq. Adapun jika jama’ah-jama’ah dan jam’iyyah-jam’iyyah ini ditegakkan di atas aqidah-aqidah yang rusak, manhaj-manhaj yang sesat, merampas harta-harta kaum muslimin untuk kepentingan-kepentingan mereka dan tujuan-tujuan mereka, saling berbenturan manhaj-manhaj mereka dan program-program mereka, aqidah-aqidah mereka dan manhaj-manhaj mereka menyelisihi Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, saling menyebarkan tuduhan-tuduhan dan isu-isu yang dusta, terjadi pertikaian berdarah di antara mereka … maka jam’iyyah-jam’iyyah dan yayasan-yayasan seperti ini sungguh diingkari oleh Salafiyyunberdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam dan manhaj salafush shalih.” (Jama’ah Wahidahhlm. 101-102)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata: “Jam’iyyah-jam’iyyah, jika menjadi banyak jumlahnya di negeri Islam mana saja dengan tujuan kebaikan, bantuan-bantuan, bekerja sama atas kebajikan dan taqwa di antara kaum muslimin tanpa perselisihan kemauan-kemauan para pemiliknya, maka ia adalah kebaikan dan berkah dan memiliki faedah-faedah yang agung.
Adapun jika masing-masing saling menyesatkan yang lain dan mengkritik aktivitas-aktivitasnya, maka madharat dengan adanya jam’iyyah-jam’iyyah ini adalah besar dan akibatnya sangat buruk. Maka wajib atas kaum muslimin menjelaskan hakikat dan mengkritik setiap jama’ah atau jam’iyyah dan menasihati semua agar berjalan di atas garis yang Allah gariskan bagi para hamba-Nya dan diserukan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, barangsiapa yang melanggar hal ini atau bersikukuh di dalam kesalahannya untuk kepentingan-kepentingan pribadi atau untuk tujuan-tujuan yang tidak diketahui siapa pun kecuali Allah; maka yang wajib adalah menunjukkannya kepada manusia dan mentahdzirnya darinya bagi yang mengetahui hakikatnya, hingga manusia menjauhi jalan mereka, dan hingga tidak masuk bersama mereka; orang yang tidak mengetahui hakikat mereka, sehingga mereka sesatkan dan mereka palingkan dari jalan yang lurus, yang Allah perintahkan kita untuk mengikutinya di dalam firman-Nya:
(QS. Al-An’am [6]: 153).” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah 5/202)
APAKAH MANHAJ AHLI SUNNAH DAN IBNU TAIMIYYAH MELARANG BANTAHAN KEPADA AHLI BID’AH?
Penulis berkata di dalam hlm. 147:
Tidakkah mereka belajar kepada ulama, Ibnu Taimiyyah, orang-orang yang meniti manhaj ahli Sunnah dan orang-orang yang mencintainya serta menjadikan musuh hanyalah orang-orang kafir.
Kami katakan: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah tidak hanya berjihad melawan orang-orang kafir dengan pedangnya, bahkan beliau juga berjihad dengan hujjah melawan ahli bid’ah yang merongrong Islam yang shahih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Menyucikan jalan Allah, agama-Nya, manhaj-Nya, syariat-Nya, dan menepis makar dan permusuhan ahli bid’ah adalah wajib kifayah dengan kesepakatan kaum muslimin. Seandainya Allah tidak menyiapkan orang yang menolak keganasan mereka ini, maka sungguh akan rusaklah agama. Kerusakan agama yang ditimbulkan oleh ahli bid’ah ini lebih parah daripada kerusakan yang ditimbulkan oleh musuh yang menjajah negeri kaum muslimin; karena para penjajah ini jika berkuasa tidak langsung merusak hati dan apa yang ada di dalamnya dari agama, adapun ahli bid’ah ini merusak hati dari permulaan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah melihat kepada rupa-rupa dan harta-harta kalian, tetapi melihat kepada hati-hati dan amalan-amalan kalian.” (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya 4/1987) …” (Majmu’ Fatawa 28/232)
Demikian juga, ahli bid’ah membantu musuh-musuh Islam dalam menghancurkan Islam, karena musuh tidak akan bisa masuk ke dalam rumahmu kecuali jika jendelanya terbuka atau lemah. Begitu pula kelompok-kelompok sempalan dari Islam yang menyeleweng dari jalan yang lurus adalah jendela-jendela orang-orang kafir untuk masuk menghancurkan Islam. Apakah kaum muslimin menutup mata terhadap peranan kelompok shufiyyah yang membantu orang-orang kafir dalam menjajah kaum muslimin?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Orang-orang Syi’ah Rafidhah biasa meminta bantuan orang-orang kafir dalam melawan kaum muslimin. Kaum muslimin telah melihat sendiri bahwa jika kaum muslimin diserang oleh orang-orang kafir, maka orang-orang Rafidhah ini selalu membela orang-orang kafir, sebagaimana hal ini terjadi pada Jengis Khan, raja Tatar yang kafir. Ketika dia menyerang kaum muslimin maka orang-orang rafidhah inilah yang membantunya. Demikian juga ketika cucunya yaitu Holako menyerang kaum muslimin di Khurosan, Iraq, dan Syam, maka bantuan orang-orang Rafidhah kepada mereka adalah sangat masyhur dan tidak tersembunyi bagi siapa pun. Orang-orang rafidhah ini adalah pembantu yang paling setia kepada Holako di Iraq dan Khurosan. Di antara orang-orang rafidhah ini ada yang bernama Ibnu ‘Alqomi yang menjabat sebagai salah seorang menteri Khalifah di Baghdad. Ibnu ‘Alqomi ini selalu membuat makar terhadap Khalifah dan kaum muslimin. Ia berusaha memotongi gaji-gaji pasukan Khalifah sehingga mereka lemah, melarang kaum muslimin dari memerangi pasukan Tatar, dan membuat berbagai makar, sehingga masuklah orang-orang Tatar ini ke kota Baghdad dan membunuh kaum muslimin dengan keji. Bilangan kaum muslimin yang terbunuh dikatakan mencapai sekitar 15 juta jiwa … maka orang-orang ahli bid’ah ini lebih berbahaya bagi kaum muslimin dibandingkan semua musuh yang lainnya …” (Majmu’ Fatawa 4/13)
PENUTUP
Inilah yang bisa kami sampaikan dari telaah ringkas terhadap buku ini dan semoga Allah selalu memberikan taufiq kepada kita semua agar bisa selalu bisa menempuh jalan yang lurus di dalam semua segi kehidupan. Aamiin. Wallahu A’lam bish showab.[]
* Mungkin pembaca yang kadung mengingkari manhaj tokoh ini, tidak setuju bila beliau dipanggil dengan sebutan “Syaikh”, tapi penulis, yaitu al-Ustadz Abu Ahmad as-Salafi tidak bersendirian. Bahkan Syaikh Robi’ dalam bantahan beliau khusus untuk Abdurrahman Abdul Khaliq dari buku berjudul Jamaa’ah Waahidah Laa Jamaa’aat wa Shiraathun Wahidun Laa ‘Asyaraat, hiwar ma’a ‘Abdirrahman ‘Abdil Khaliq (judul lengkap ini saya ambil dari situs Salafy.or.id, jadi mohon maklum bila di sana tidak disebutkan panggilan “Syaikh”, bisa jadi beda penerbit, atau karna ada inisiatif dari admin di stus tersebut. Wallahu A’lam) beliau pun memberikan panggilan kepada Abdurrahman dengan panggilan “Syaikh” di kovernya bukunya. Ini saya (Cipto) lihat sendiri saat berkunjung ke toko kitab Ibnu Ahmad – Pasar Minggu, yang toko ini sering diiklankan di Majalah asy-Syari’ah. (Update: Antum bisa memperhatikan scan cover buku tersebut di bawah ini:)
* Mungkin pembaca yang kadung mengingkari manhaj tokoh ini, tidak setuju bila beliau dipanggil dengan sebutan “Syaikh”, tapi penulis, yaitu al-Ustadz Abu Ahmad as-Salafi tidak bersendirian. Bahkan Syaikh Robi’ dalam bantahan beliau khusus untuk Abdurrahman Abdul Khaliq dari buku berjudul Jamaa’ah Waahidah Laa Jamaa’aat wa Shiraathun Wahidun Laa ‘Asyaraat, hiwar ma’a ‘Abdirrahman ‘Abdil Khaliq (judul lengkap ini saya ambil dari situs Salafy.or.id, jadi mohon maklum bila di sana tidak disebutkan panggilan “Syaikh”, bisa jadi beda penerbit, atau karna ada inisiatif dari admin di stus tersebut. Wallahu A’lam) beliau pun memberikan panggilan kepada Abdurrahman dengan panggilan “Syaikh” di kovernya bukunya. Ini saya (Cipto) lihat sendiri saat berkunjung ke toko kitab Ibnu Ahmad – Pasar Minggu, yang toko ini sering diiklankan di Majalah asy-Syari’ah. (Update: Antum bisa memperhatikan scan cover buku tersebut di bawah ini:)
Keterangan gambar: scan kover kitab ini kami ambil dari tokokitab-ibnuahmad.blogspot.com sedangkan yang ada di versi ibnuahmad.com, gambarnya terlalu kecil. Dan lagi-lagi, admin toko tersebut pun bersikap sama seperti admin salafy or.id, kurang lengkap menuliskan judul kitab tersebut dalam tulisan latin. Wallahu a’lam, entah ini disengaja atau tidak.Hadaniyallahu wa iyyahum.
Bisa ditarik kesimpulan, pemanggilan nama seseorang dengan tambahan ustadz, KH, atau Syaikh; tidak secara mutlak berkonsekuensi sebagai kecintaan dan pembelaan kepada orang tersebut, tetapi bisa juga bertujuan mengikuti ghalibnya manusia memanggil. Wallahu A’lam .
[1] Yaitu yang ditegakkan di atas Kitab dan Sunnah dan jalan yang ditempuh oleh Salafush Shalih (ta’liq dari seorang ulama yang dinukil oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali di dalam sebuah footnote kitab Jama’ah Wahidah hlm. 52)
Sumber : Mengkritik Buku “Harakah Jihad Ibnu Taimiyyah” majalah Al furqon
1 komentar:
KALAULAH KITA SEMUA IKHLAS DALAM MEMPERINGATI ORANG YANG SALAH DALAM PEMAHAMAN TERHADAP ISLAM, MENGAPA HARUS SALING MENTAHDZIR MATI-MATIAN. MANA SILATURAHIM PARA ASATIDZNYA ? MANA RASA PERSAUDARAN SEISLAMNYA ?
Post a Comment