Kurban Dengan Hutang
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban dengan utang:
1. Pendapat pertama, memboehkan berkurban dengan cara berutang, bahkan menganjurkannnya, seperti Abu Hatim, beliau pernah berutang untuk menyembelih binatang kurban , beliau menjawab
2. Pendapat kedua, melarang berkurban dengan berutang , seperti yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al Ustaimin , beliau mengatakan, " Jika seseorang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan utangnya dari pada berkurban" (Asy Syarh Al mumti 7/455)
Pendapat yang kuat adalah yang KEDUA, yaitu dilarang berutang untuk berkurban. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Utang harus diselesaikan lebih dulu, karena kewajibannya mendahului
b. Membayar Hutang telah disepakati oleh ulama hukumnya wajib, sedangkan berkurban masih diselelisihkan atara wajib dan sunnahnya
c. Tidak ada satupun dalil Al Qur'an dan As sunnah yang memerintahkan berutang dalam menjalankan syari'at, yang berkaitan dengan harta "gugur kewajibannya" (menjadi tidak wajib) jvka tidak mampu, seperti zakat. haji dan selainnya.
d. Berutang memang diperbolehkan dalam islam , tetapi tidak berutang jelas lebih baik karena lebih baik karena lebih jauh dari ancaman bagi orang yang mati meninggal kan hutang , diantaranya ancaman-Nya
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Catatan:
Akan tetapi, bagi yang berutang dan ia menduga kuat bisa membayarnya karena ada yang diharapkan , seperti gaji tetap dan semisalnya, maka hal ini diperbolehkan. Syikh ibu Utsaimin dalam penjelasan lain mengatakan :"Adapun berutang untuk Aqiqah maka perlu di perinci. Jika ada yang diharapkan untuk melunasinya seperti pegawai (yang punya gaji), tatkala bertepatan dengan Aqiqah tidak punya uangkemudian berutang kepada orang lain sampai mendapatkanvgaji maka tidak mengapa. Adapun jika tidak ada yang diharapkan pemasukannya untuk melunasinya maka tidak sepatutnya berutang" (liqa al bab al maftuh 8/36)
oleh ustadz Abu ibrahim Muhammad Ali AM
Sumber majalah Al Furqon 140 Edisi 4 tahun ke 13
1 komentar:
ilmu dan pencerahan yang baru, terimakasih share nya
Post a Comment