Showing posts with label Birrul walidain. Show all posts
Showing posts with label Birrul walidain. Show all posts

Friday, February 14, 2014

Berbuat Baik kepada orang tua dalam yang kecil

18. Tidak Dibolehkan kepada Seseorang untuk Memangggil Bapaknya dengan Namanya, Duduk Sebelumnya, dan Tidak Boleh Berjalan di Depannya- 23

32/44. Dari Urwah -atau yang lain-


٣٢/٤٤  أَنْ أَبَا هُرَيْرَةَ أَبْصَارَ رَجُلَيْنِ، فَقَالَ لاَِحَدِهِمَا: مَا هَذَا مِنْكَ؟ فَلَالَ أَبِي، فَقَالَ: لاَ تُسَمِّهِ، بِاسْمِهِ وَلاَ تَمْشِ أَمَامَهُ وَلاَ تَجْلِسْ قَبْلَهُ  

Bahwa Abu Hurairah melihat dua orang laki-laki, lalu dia berkata kepada salah satunya, "Apa hubungannya dengan kamu?, Orang itu menjawab, "Dia bapakku," Lalu Abu Hurairah berkata, "Janganlah engkau memanggilnya dengan namanya, janganlah engkau berjalan di depannya, dan janganlah engkau duduk sebelumnya."
Shahih. sanadnya.

19. Apakah Seseorang Memberi Gelar kepada Bapaknya? – 24


33/46. Dari Ibnu Umar berkata,

٣٣٦  لَكِنْ أَبُو حَفْصٍ عُمَرُ قَضَى  


"Tetapi Abu Hafsh   Umar memberi keputusan (hukum)."


Shahih, sanadnya.

download rekaman kajian ustadz Taufik badri di link berikut:
Download MP3


Saturday, February 1, 2014

::: AKU PUN KELUAR DENGAN WANITA YG BUKAN ISTRIKU :::




Setelah 21 tahun usia pernikahanku, aku menemukan cahaya baru sebuah cinta.

Baru saja aku jalan dengan seorang wanita yang bukan istriku. Itu adalah ide istriku, “Aku tahu betapa engkau mencintainya”, katanya padaku.

Wanita yang istriku inginkan agar aku keluar dan menghabiskan waktu bersamanya itu adalah ibuku. Iya, ibu kandungku yang telah menjanda sejak 19 tahun silam.

Namun karena kesibukan bekerja, keseharianku bersama 3 orang anakku ditambah banyaknya tugas membuatku jarang menjenguknya.

Suatu hari aku meneleponnya untuk mengajaknya makan malam bersama.

“Kamu baik-baik saja?” katanya menanyaiku.

Ibuku memang tidak terbiasa ditelepon malam-malam, dia jadi khawatir ada apa-apa.

“Ya bunda, nanda sangat baik-baik saja. Tapi nanda begitu menghabiskan waktu bersama bunda”, kataku.

“Hanya kita berdua?” kata ibuku.

Aku berpikir sejenak lalu menjawab, “Ananda sangat senang jika itu bisa.”

Pada hari Kamis, setelah bekerja, aku mampir dan menjemput ibuku. Waktu itu aku sedikit gelisah, ketika aku tiba di rumahnya pun aku mendapati ibuku juga demikian.

Ibuku menunggu di pintu dengan mengenakan pakaian yang indah. Sepertinya itu adalah gaun terakhir yang dibelikan ayahku untuknya sebelum meninggal dunia.

Ibuku tersenyum laksana seorang ratu dan berkata:

“Ibu bilang ke semua bahwa hari ini ibu akan jalan bersama putra ibu. Semua senang dan tidak sabar menanti cerita ibu sepulang nanti.”

Kami pergi ke sebuah restoran yang tidak biasa kudatangi, namun tempatnya bagus dan tenang. Ibuku menggandengku bak seorang nyonya besar.

Setelah kami duduk, aku mulai membaca menu karena ibuku sudah tidak bisa membaca kecuali huruf besar.

Ketika aku sedang membaca menu, ibuku memandangiku sambil tersenyum lebar, lalu berkata:

“Dulu ibu yang membacakan menu waktu kamu masih kecil.”

Aku menjawab:

“Sekarang waktunya nanda membayar sedikit hutang nanda pada bunda. Santai saja wahai bunda."

Sambil bersantap malam kami mengobrol panjang, tidak ada yang istimewa, hanya cerita-cerita lama ditambah cerita-cerita baru, namun cukup membuat kami lupa waktu hingga melewati pertengahan malam.

Ketika kami pulang, sesampai kami di pintu rumahnya ibuku berkata:

“Ibu sangat setuju jika kita bisa jalan-jalan lagi di lain waktu, tapi ibu yang traktir.”

Akupun mencium tangannya dan pamitan.

Hanya berselang beberapa hari setelah itu, ibuku meninggal dunia karena sakit jantung. Kejadian yang sangat cepat tanpa sempat aku melakukan apa-apa untuknya.

Beberapa hari kemudian aku menerima kiriman via pos dari restoran tempat kami makan malam kemarin itu. Selembar bon yang diberi note:

“Ibu sudah membayar di muka bonnya sebab ibu tahu ibu mungkin tidak ada lagi. Yang penting ibu sudah bayar makan malam untuk dua orang: buatmu dan istrimu. Sebab engkau wahai putraku tidak akan bisa menilai makna malam itu bagiku. Ibu mencintaimu wahai putraku.”

Detik ini, aku mengerti nilai bagi makna kata cinta atau aku mencintaimu.

Aku mengerti betapa pentingnya membuat orang lain merasakan cinta kita.

Tidak ada yang lebih penting dari kedua orang tua khususnya ibu maka persembahkanlah bagi mereka waktu yang menjadi hak mereka.

Sungguh itu adalah hak Allah dan hak mereka, dan perkara ini tidak bisa ditunda-tunda.

Akurator: Fachrian Almer Akiera

Dinukil Oleh : Ustadz Ferry Nasution

Wednesday, January 15, 2014

Kisah Juraij


Rekaman Kajian Ustadz Taufik Badri tentang kisah Juraij dan ibu nya, di dalam kisah tersebut di sebutkan kisah seorang bayi yang bisa bicara. Dibawah ini merupkan matan / materi yang di bahas:
Dari Abu Hurairah, ia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا تَكَلَّمَ مَوْلُوْدٌ مِنَ النَّاسِ فِي مَهْدٍ إِلاَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ [وَسَلَّمَ] وَصَاحِبُ جُرِيْجٍ” قِيْلَ: يَا نَبِيَّ اللهِ! وَمَا صَاحِبُ جُرَيْجٍ؟ قَالَ: “فَإِنَّ جُرَيْجًا كَانَ رَجُلاً رَاهِباً فِي صَوْمَعَةٍ لَهُ، وَكَانَ رَاعِيُ بَقَرٍ يَأْوِي إِلَى أَسْفَلِ صَوْمَعَتِهِ، وَكَانَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ أَهْلِ الْقَرْيَةِ تَخْتَلِفُ إِلَى الرَّاعِي، فَأَتَتْ أُمُّهُ يَوْمًٍا فَقَالَتْ: يَا جُرَيْجُ! وَهُوَ يُصّلِّى، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ – وَهُوَ يُصَلِّي – أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ، ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَّانِيَةَ، فَقَالَ فِي نَفْسِهِ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. ثُمَّ صَرَخَتْ بِهِ الثَالِثَةَ فَقَالَ: أُمِّي وَصَلاَتِي؟ فَرَأَى أَنْ يُؤْثِرَ صَلاَتَهُ. فَلَمَّا لَمْ يُجِبْهَا قَالَتْ: لاَ أَمَاتَكَ اللهُ يَا جُرَيْجُ! حَتىَّ تَنْظُرَ فِي وَجْهِ المُوْمِسَاتِ. ثُمَّ انْصَرَفَتْ فَأُتِيَ الْمَلِكُ بِتِلْكَ الْمَرْأَةِ وَلَدَتْ. فَقَالَ: مِمَّنْ؟ قَالَتْ: مِنْ جُرَيْجٍ. قَالَ: أَصَاحِبُ الصَّوْمَعَةِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: اِهْدَمُوا صَوْمَعَتَهُ وَأْتُوْنِي بِهِ، فَضَرَبُوْا صَوْمَعَتَهُ بِالْفُئُوْسِ، حَتىَّ وَقَعَتْ. فَجَعَلُوْا يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ بِحَبْلٍ؛ ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ، فَمَرَّ بِهِ عَلَى الْمُوْمِسَاتِ، فَرَآهُنَّ فَتَبَسَّمَ، وَهُنَّ يَنْظُرْنَ إِلَيْهِ فِي النَّاسِ. فَقَالَ الْمَلِكُ: مَا تَزْعُمُ هَذِهِ؟ قَالَ: مَا تَزْعُمُ؟ قَالَ: تَزْعُمُ أَنَّ وَلَدَهَا مِنْكَ. قَالَ: أَنْتِ تَزْعَمِيْنَ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: أَيْنَ هَذَا الصَّغِيْرُ؟ قَالُوْا: هَذَا فِي حُجْرِهَا، فَأَقْبَلَ عَلَيْهِ. فَقَالَ: مَنْ أَبُوْكَ؟ قَالَ: رَاعِي الْبَقَرِ. قَالَ الْمَلِكُ: أَنَجْعَلُ صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: مِنْ فِضَّةٍ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَمَا نَجْعَلُهَا؟ قَالَ: رَدُّوْهَا كَمَا كَانَتْ. قَالَ: فَمَا الَّذِي تَبَسَّمْتَ؟ قَالَ: أَمْراً عَرَفْتُهُ، أَدْرَكَتْنِى دَعْوَةُ أُمِّي، ثُمَّ أَخْبَرَهُمْ
“Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij” Lalu ada yang bertanya,”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung). Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).
(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.
Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.
Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”, jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”
Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”, tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti sedia kala.” Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”
(Disebutkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod) [Dikeluarkan pula oleh Bukhari: 60-Kitab Al Anbiyaa, 48-Bab ”Wadzkur fil kitabi Maryam”. Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 7-8]
Download Penjelesan kisah juraij di link di bawah ini:
Download MP3
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...