Thursday, January 5, 2012

HUKUM BERMAJLIS DENGAN AHLULBID'AH TIDAK SAMA (perhatikan pendetilannya) -fatwa Asy-Syaikh Ubaid Al Jabiri Hafidzahullah


بسم الله الرحمن الرحيم
TANYA-JAWAB BERSAMA SYAIKH UBAID JABIRI HAFIZAHULLAH

Pertanyaan 1: Sebagian orang yang lembek dalam manhaj salafy ketika dinasihati untuk tidak bermajlis dengan hizbiyyin seperti ikhwanul muslimin dan jamaah tabligh beralasan bahwa manhaj ini adalah manhaj Asy-Syaikh Ibnu Baz, bermajlis dengan semua orang. Apakah benar bahwa manhaj ini adalah manhaj Asy-Syaikh Ibnu Baz Rahimahullah?

Jawab: Segala puji hanya milik Allah Rab semesta alam dan balasan yang baik hanya untuk orang-oran yang bertakwa. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata tidak ada sekutu baginya, penolong setiap orang-orang yang shalih. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya, penghulu anak Adam seluruhnya. Ya Allah sampaikanlah shalawat kepadanya dan kepada keluarga dan para shahabatnya yang baik lagi suci. Wa ba’du;

Sesungguhnya dalam menjawab pertanyaan ini, perlu kami kemukakan beberapa hal:
Orang tua kita Samahatul-Imam pengikut jejak salaf Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah adalah seorang imam besar, seorang yang memiliki ilmu (alim) yang kuat. Sangat kokoh di atas manhaj. Dan oleh karena kuatnya beliau di atas manhaj dan ilmu syar’i serta 
kokohnya beliau di atas kebenaran, semua orang segan dengannya. Ahlussunnah memuliakannya dan Ahlulbid’ah segan dengannya.
Kita mengenal dari beliau Rahimahullah keberanian dalam menyampaikan kebenaran. Dan bahwasanya di jalan Allah ini beliau tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela. Beliau menyampaikan kebenaran dan berani dalam menyampaikannya dengan bijak dan nasihat dengan cara yang paling baik.

Siapa saja yang sering bermajlis dengan beliau dan mengetahui keadaannya mengetahui bagaimana beliau menegur sebagian orang-orang yang menyimpang dengan menyebut nama-nama mereka di hadapan khalayak. Telah sampai kepada kami bahwa beliau menegur sebagian mereka: “Wahai fulan diamlah sesunguhnya kamu suka membuat fitnah!” Dan beliau juga berkata kepada sebagian ulama: “Ini tidak benar, yang benar seperti ini”.
Maka dengan ini jelaslah bagi orang yang adil bahwa Asy-Syaikh Rahimahullah bukan bermajlis dengan mereka tanpa menasihati mereka bahkan dengan kuat dan keras (beliau nasihati mereka -pentj). Meskipun beliau bermajlis dengan sebagian orang akan tetapi perbedaan dan menampakkan sunnah dan mengajak kepada sunnah tampak dan jelas (didapati) pada kehidupan dan cara bergaulnya beliau Rahimahullah.

Maka dengan ini kalian pun tahu, bahwa perkataan tadi “Ini adalah manhaj Asy-Syaikh Ibnu Baz yaitu bermajlis dengan semua orang” bahwa hal itu tidaklah mutlak. Atau kami tidak terima perkataan mereka ini bahwa beliau bermajlis dengan semua orang secara mutlak (tanpa ukuran –pentj).

Dan Asy-Syaikh adalah imam semua orang ingin bertemu beliau. Bukan hanya di dalam kerajaan saja (Negara Saudi –pentj), yang mana ia merupakan negeri Asy-Syaikh bahkan dari segenap penjuru bumi. Ummat islam seluruhnya ingin menemuinya dan ingin duduk di majlisnya. Maka beliau perlu memiliki suatu siasat khusus dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka. Ini dari satu sisi.

Dan dari sisi yang lain, bahwa Asy-Syaikh adalah diantara sekian ulama yang ikut menandatangani keputusan Hai’at Kibarul Ulama yang menegaskan bahwa orang-orang yang dikenal dan populer dari kalangan orang-orang pergerakan ada pada mereka hal-hal yang kelewat batas dan kesalahan-kesalahan. Keputusan itulah yang merekomendasikan pemerintah menghentikan (kegiatan) mereka dan menangkapi mereka. Atau sebagiannya dinonaktifkan dan sebagian lainnya ditangkap dan dinonaktifkan. Berdasarkan ini jelaslah bagi kita bahwa Asy-Syaikh Rahimahullah adalah seorang yang tegas disaat keadaannya mengharuskan beliau tegas. Sebagaimana beliau adalah orang yang lembut disaat beliau melihat bahwa kelembutanlah yang berguna.

Dan disana ada hal lain: Bahwa seorang alim apabila ia berijtihad dan jatuh kepada kesalahan, kesalahannya tidak serta merta menjadi manhaj yang boleh diikuti oleh semua orang. Ia mendapat pahala atas ijtihadnya. Karena itulah puncak usahanya dan Allah tidak membebani seseorang melebihi kesanggupannya. Akan tetapi kesalahannya diikuti dan diambil sebagai jalan hidup dan agama, ini bukan jalan yang lurus dan tidak benar, kesalahan tetap kesalahan.

Perkara yang lain: Yaitu bahwa orang-orang yang menyimpang, pengikut kesesatan, memanfaatkan kelapangan hati Asy-Syaikh Rahimahullah dan kebaikan diri beliau serta kecintaannya akan kebaikan dengan cara yang lembut dan bijak serta nasihat yang baik, lalu pada akhirnya mereka membuat majlis ingin menghakimi Asy-Syaikh, ingin menjatuhkannya. Lihatlah apa yang mereka perbuat, mereka memperlakukan Asy-Syaikh (seperti pepatah) air susu dibalas air tuba.

Kemudian dikatakan, apabila ini adalah sifat Asy-Syaikh Rahimahulah, (Maka) yang kami yakini adalah bahwa beliau seorang alim yang dalam, mujtahid. Dan bahwasanya beliau tidak menyikapi mereka dengan lembut kecuali beliau mengharapkan mereka menerima kebenaran dan menyambutnya, hingga akhirnya mereka berbuat lancang kepada beliau dan menyengaja untuk menjatuhkannya, akan tetapi Allah gagalkan upaya mereka.

Maka saya katakan: Sesungguhnya para ulama yang mulia dan imam-imam yang besar sejak zaman shahabat sampai masa kita sekaran ini telah memperingatkan dari sikap condong kepada ahlul hawa dan pengikut kesesatan dan dari bergaul dengan mereka dan berbaur dengan mereka dengan sikap lembek, diam dan lalai. Saya akan sebutkan untuk kalian beberapa contoh.

Al Laalika’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: ((Sungguh demi Allah aku kira tidak ada orang yang paling diinginkan kebinasaannya oleh syaithan sekarang ini lebih daripada aku. Lalu seseorang berkata: Bagaimana demikian? Ibnu Abbas menjelaskan: Terjadi bid’ah di timur atau barat kemudian ada seseorang yang membawakannya kepadaku dan apabila sampai kepadaku aku hancurkan bid’ah itu dengan sunnah)).

Dan berkata Mus’ab bin Sa’d: ((Jangan kalian duduk dengan orang yang terfitnah, karena tidak akan luput darimu satu dari dua hal ini: Apakah ia akan menimpakan fitnah padamu lalu kamu mengikutinya, atau dia akan menyakitimu sebelum kamu meninggalkannya)).

Dan lebih dalam dari ini dan itu sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: ((Seseorang itu tergantung agama temannya, maka perhatikanlah olehmu siapa temanmu)).

Maka apabila jelas hal ini, sesunguhnya orang-orang yang bermajlis dengan pengikut kesesatan dan ahlulhawa bermacam-macam, tidak mungkin kita samaratakan mereka semua dalam penilaian. Setiap jenis dari mereka –sebagaimana kalian akan dengar- berbeda penilaiannya dengan yang lain:
Seseorang yang ia merupakan imam besar, kuat (ilmunya) berani menyuarakan kebenaran, disegani oleh mereka (ahlulhawa) berkat sikapnya yang berbeda karena kuatnya ia di dalam manhaj dan kekokohannya dalam ilmu. Lalu tampak olehnya kebenaran dalam bermajlis (dengan ahlulhawa) dimana dengannya ia dapat menghancurkan kekuatan mereka atau menekan kejelekan mereka atau memberi pengaruh kepada mereka dengan kebaikan, seperti yang dahulu ditempuh oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Maka orang ini adalah salafy murni bersih insyaAllah dari karat hizbiyah.
Seseorang yang ia adalah salafy selamat (manhajnya) akan tetapi ia tidak memiliki kemampuan membedakan dan tidak pula mampu medeteksi manhaj-manhaj (yang menyimpang). Ia menampakkan salafiyah dan mengajak kepadanya dan berani (menyampaikan) sunnah dan memerangi bid’ah. Akan tetapi tidak ada padanya kemampuan membedakan (sehingga) ia duduk dengan semua orang yang bisa ia duduk dengannya. Maka kewajiban kita atasnya adalah menerangkan dan menyingkap (untuknya) tentang keadaan mereka (ahlulhawa) dengan lembut dan cara-cara yang bijak tanpa harus menjauhinya dan tidak juga membiarkan majlisnya untuk mereka (ahlulhawa).
Orang yang lembek lagi lalai, melihat bahwa semua orang benar. Maka orang seperti ini tidak diragukan bahayanya terhadap manhaj. Maka yang wajib adalah mengingatkan dia akan kewajibannya terhadap manhaj ini dan menasihatinya dengan menerangkan persimpangannya terhadap para pembela kebenaran. Apabila ia menerima nasihat (maka baik) tapi apabila tidak maka ia termasuk mereka (ahlulhawa) dan tidak ada lagi kehormatan untuknya.
Orang yang bergaul dengan mereka (ahlulhawa) sambil membela mereka dan ikut menambah kekuatan mereka dan bersikap keras terhadap salafiyin, maka ia seorang hizbi tulen.
Orang yang ia adalah salafy tulen akan tetapi ia melihat bahwa dalam bergaul dengan mereka (ahlulhawa) bisa menjelaskan kebenaran kepada mereka dan menegakkan hujjah, yaitu dengan cara menziarahi sebagian jama’ah-jama’ah dakwah yang menyimpang dengan alasan menyampaikan kebenaran kepada mereka (langsung) di markaz mereka dan menegakkan hujjah atas mereka (langsung) melalui mimbar mereka –seperti yang mereka katakan- sebagaimana yang diperbuat sebagian ulama, semoga Allah memberi taufik mereka dan meluruskan langkah kita dan mereka serta kalian dalam ucapan dan amalan-.

Hal ini bagiku tidak lebih utama. (Meskipun) kita tegas kepada mereka dan keras kepada mereka akan tetapi kita tidak berpisah dengan mereka selagi mereka masih bersama-sama dengan kita, turut serta menguatkan dakwah kita dan mendukung kita serta membela kita dan tidak menambah jumlah mereka dan tidak menguatkan kekuatan mereka. Tapi karena disebabkan situasi tertentu atau sebab tertentu mereka menyambut ajakan ahlulhawa tersebut lalu mengadakan ceramah ditempat-tempat mereka atau daurah-daurah ilmiyah. Kami kenal diantara mereka syaikh-syaikh baik yang memiliki ilmu dan kekokohan dalam manhaj salafy, akan tetapi bagiku mereka (menempuh jalan) yang tidak lebih utama. Dan bahwasanya hizbiyun mengambil keuntungan dari ziarahnya mereka. (selesai)

terjemahan transkrip ceramah dengan judul ((Jinaayatut Tamayyu' 'Alal Manhaj As-Salafy)

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...